Kasus
Pelanggaran Etika Profesi
1. Manipulasi Laporan
Keuangan PT KAI
Transparansi
serta kejujuran dalam pengelolaan lembaga yang merupakan salah satu derivasi amanah
reformasi ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan oleh salah satu badan usaha
milik negara, yakni PT Kereta Api Indonesia. Dalam laporan kinerja keuangan
tahunan yang diterbitkannya pada tahun 2005, ia mengumumkan bahwa keuntungan
sebesar Rp. 6,90milyar telah diraihnya. Padahal, apabila dicermati, sebenarnya
ia harus dinyatakan menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar.
Kerugian
ini terjadi karena PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat
menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan
sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak
dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset. Dengan demikian,
kekeliruan dalam pencatatan transaksi atau perubahan keuangan telah
terjadi di sini.
Di
lain pihak, PT Kereta Api Indonesia memandang bahwa kekeliruan pencatatan
tersebut hanya terjadi karena perbedaan persepsi mengenai pencatatan piutang
yang tidak tertagih.Terdapat pihak yang menilai bahwa piutang pada pihak ketiga
yang tidak tertagih itu bukan pendapatan. Sehingga, sebagai konsekuensinya PT Kereta Api Indonesia seharusnya
mengakui menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar. Sebaliknya, ada pula pihak
lain yang berpendapat bahwa piutang yang tidak tertagih tetap dapat dimasukkan sebagai pendapatanPT
Kereta Api Indonesia sehingga keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar dapat diraih
pada tahun tersebut. Diduga, manipulasi laporan keuangan PT Kereta Api
Indonesia telah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Sehingga, akumulasi
permasalahan terjadi disini
2.
Kasus Manipulasi KAP Andersen dan Enron
Sejak
tahun 1985 Enron Corporation menggunakan jasa Arthur Andersen. Andersen melakukan
audit internal dan audit external untuk Enron termasuk untuk kantor-kantor cabangnya.
Enron corporation adalah salah satu klien terbesar Andersen dengan kontribusi omset
sebesar $10 milyar per tahunnya.
Dalam
rangka memperbesar keuntungan yang selama ini telah diperoleh,
dibukalah partnership-partneship yang diberi nama “special purpose
partnership”. Partner dagang yang dimiliki oleh Enron hanya
satu untuk setiap partnership dan partner tersebut hanya menyumbang modal yang
sangat sedikit (hanya sekitar 3% dari jumlah modal keseluruhan).Orang awam
pasti bertanya mengapa Enron berminat untuk berpartisipasi dalam partnership dimana
Enron menyumbang 97% dari modal.
Muncul pertanyaan dari
mana Enron membiayai partnership-partnership tersebut? Pembiayaan tersebut
ternyata diperoleh Enron dengan “meminjamkan” saham Enron (induk perusahaan) kepada Enron (anak perusahaan) sebagai modal dasar partnership-partnership
tersebut. Secara singkat, Enron sesungguhnya mengadakan transaksi dengan
dirinya sendiri. Enron tidak pernah mengungkapkan operasi dari
partnership-partnership tersebut dalam laporan keuangan yang ditujukan kepada
pemegang saham dan Security ExchangeCommission (SEC).
Lebih
jauh lagi, Enron bahkan memindahkan utang-utang sebesar $US 690 juta yang ditimbulkan
induk perusahaan ke partnership partnership tersebut. Total hutang yang
berhasil disembunyikan adalah $US 1,2 miliar. Akibatnya, laporan keuangan dari
induk perusahaan terlihat sangat atraktif, menyebabkan harga saham Enron
melonjak menjadi $US90 pada bulan Februari 2001. Perhitungan menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tersebut, Enron
telah melebih-lebihkan laba mereka sebanyak $US650miliar.
Manipulasi yang
dilakukan Enron selama bertahun-tahun ini mulai terungkap ketika
SherronWatskin, salah satu eksekutif Enron mulai melaporkan praktek tidak
terpuji ini. Pada bulan September 2001, pemerintah mulai
mencium adanya ketidakberesan dalam laporan pembukuan Enron. Pada bulan Oktober 2001, Enron mengumumkan kerugian sebesar$US618
miliar dan nilai aset Enron menyusut sebesar $US1,2 triliun dolar AS. Pada
laporan keuangan yang sama diakui, bahwa selama tujuh tahun terakhir, Enron
selalu melebih-lebihkan laba bersih mereka. Akibat laporan mengejutkan ini,
nilai saham Enron mulai anjlok dan saat Enron mengumumkan bahwa perusahaan
harus gulung tingkar, 2 Desember 2001,harga saham Enron hanya 26 sen.
3.
Kasus KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono
September
tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung malu. Kantor
akuntan publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar
US$75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa
profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak
perusahaan Baker Hughes Inc. Yang tercatat di bursa New York. Berkat aksi sogok ini,
kewajiban pajak Easman memang susut drastis. Dari semula US$ 3,2 juta menjadi
hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was dengan
polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar, Baker
melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya.Badan pengawas
pasar modal AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan
Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke
pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya
diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun terselamatan.
4. Kasus Mulyana W Kusuma
Kasus ini terjadi sekitar tahun 2004.
Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang
saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic
pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak suara,surat suara,
amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah dilakukan
pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah dilakukan
penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik daripada
sebelumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa
laporanakan diperiksa kembali satu bulan setelahnya.
Setelah
lewat satu bulan, ternyata laporan tersebut belum selesai dan disepakati
pemberian waktu tambahan. Di saat inilah terdengar kabar penangkapan Mulyana W
Kusuma. Mulyana ditangkap karena dituduh hendak melakukan penyuapan kepada
anggota tim auditor BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut,
tim intelijen KPK bekerja samadengan auditor BPK. Menurut versi Khairiansyah ia
bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh saudara Mulyana dengan
menggunakan alat perekamgambar pada dua kali pertemuan mereka.
Penangkapan
ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor
yang bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak lain
berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut karena hal
tersebut telah melanggar kode etik akuntan.
5. Kasus Sembilan KAP yang
diduga melakukan kolusi dengan kliennya
Jakarta, 19 April 2001 .Indonesia
Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan Kantor
Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah
diauditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan
di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh
KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan
pemeriksaan sesuai dengan standar audit.
Hasil
audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya
mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan
usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI
& R, HT &
M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT &
R. “Dengan kata lain, kesembilan
KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan
publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas
suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada
pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak kriminal
yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan.
ICW
menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai
penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi.
Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan
administratif meskipun
pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICWmengambil
inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan. “Kami
mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang
menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat.
Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya
mencabut izin kantor
akuntan publik itu,” tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan
tindakan dari
kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI)dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya
yang melanggar kode etik profesi akuntan.
6. Kasus PT
Muzatek Jaya 2004
Kasus
pelanggaran atas Standar Profesional Akuntan Publik, muncul kembali. Menteri
Keuangan langsung memberikan sanksi pembekuan.
Menkeu Sri
Mulyani telah membekukan ijin AP (Akuntan Publik) Drs Petrus M. Winata dari KAP
Drs. Mitra Winata dan Rekan selama 2 tahun yang terhitung sejak 15 Marit 2007,
Kepala Biro Hubungan Masyaraket Dep. Keuangan, Samsuar Said saat siaran pers
pada Selasa (27/3), menerangkan sanksi pembekuan dilakukan karena AP tersebut
melakukan suatu pelanggaran atas SPAP (Standar Profesional Akuntan
Publik).
Pelanggaran
tersebut berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan audit terhadap Laporan
Keuangan PT. Muzatek Jaya pada tahun buku 31 December 2004 yang dijalankan oleh
Petrus. Dan selain itu Petrus juga melakukan pelanggaran terhadap pembatasan
dalam penugasan audit yaitu Petrus malaksanakan audit umum terhadap Lap.
keuangan PT. Muzatek Jaya dan PT. Luhur Arta Kencana serta kepada Apartement
Nuansa Hijau mulai tahun buku 2001. hingga tahun 2004.
7. Kasus Kredit Macet BRI Cabang Jambi
2010
Kredit Macet Hingga Rp. 52 Miliar,
Akuntan Publik Diduga Terlibat.
Seorang akuntan
publik yang menyusun laporan keuangan Raden Motor yang bertujuan mendapatkan
hutang atau pinjaman modal senilai Rp. 52 miliar dari Bank Rakyat Indonesia
(BRI) Cabang Jambi pada tahun 2009 diduga terlibat dalam kasus korupsi kredit
macet. Terungkapnya hal ini setelah Kejati Provinsi Jambi mengungkap kasus
tersebut pada kredit macet yang digunakan untuk pengembangan bisnis dibidang
otomotif tersebut. Fitri Susanti, yang merupakan kuasa hukum tersangka Effendi
Syam, pegawai BRI Cabang Jambi yang terlibat kasus tersebut, Selasa [18/5/2010]
menyatakan, setelah klien-nya diperiksa dan dicocokkan keterangannya dengan
para saksi-saksi, terungkap adaa dugaan keterlibatan dari Biasa Sitepu yang
adalah sebagai akuntan publik pada kasus ini.
Hasil
pemeriksaan yang kemudian dikonfrontir keterangan tersangka dengan para saksi
Biasa Sitepu, terungkap ada terjadi kesalahan dalam pelaporan keuangan
perusahaan Raden Motor dalam pengajuan pinjaman modal ke BRI Cabang Jambi.
Ada 4 aktivitas
data pada laporan keuangan tersebut yang tidak disajikan dalam laporan oleh
akuntan publik sehingga terjadi kesalahan dalam proses kreditnya dan ditemukan
dugaan korupsi-nya
“Ada 4 aktivitas laporan keuangan Raden
Motor yang tidak dimasukan kedalam laporan keuangan yang diajukan ke Bank BRI,
hingga menjadi sebuah temuan serta kejanggalan dari pihak kejaksaan untuk
mengungkap kasus kredit macet ini.” tegas Fitr. Keterangan serta fakta tsb.
terungkap setelah tersangka Effendi Syam, diperiksa dan dibandingkan keterangannya
dengan keterangan saksi Biasa Sitepu yang berperan sebagai akuntan publik dalam
kasus ini di Kejati Jambi. Seharusmya data-data laporan keuangan Raden Motor
yang diajukan harus lengkap, tetapi didalam laporan keuangan yang diberikan
oleh tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor ada data-data yang
diduga tidak disajikan dengan seharusnya dan tidak lengkap oleh akuntn publik.
Tersangka Effendi Syam berharap penyidik di Kejati Jambi bisa melaksanakan
pemeriksaan dan mengungkap kasus secara adil dan menetapkan pihak pihak yang
juga terlibat dalam kasus tersebut, sehingga semuanya terungkap. Sementara itu,
penyidik Kejaksaan masih belum mau berkomentar lebih banyak atas temuan
tersebut.
Kasus kredit
macet itu terungkap, setelah pihak kejaksaan menerima laporan tentang adanya
penyalah-gunaan kredit yang diajukan oleh tersangka Zein Muhamad sebagai
pemilik Raden Motor. Sementara ini pihak Kejati Jambi masih menetapkan 2
tersangka, yaitu Zein Muhamad sebagai pemilik Raden Motor yang mengajukan
kredit dan Effedi Syam dari pihak BRI cabang jambi sebagai pejabat yang menilai
pengajuan sebuah kredit.
8. Kasus
Malinda Dee - Citibank
Malinda Memalsukan Tandatangan Nasabah
Malinda Dee, 47
tahun, Terdakwa atas kasus pembobolan dana Citybank, terbukti diketahui memindahkan
beberapa dana nasabah dengan memalsukan tandatangan nasabah didalam formulir
transfer. Kejadian ini terungkap didalam dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam
sidang perdana di PN Jakarta Selatan, Selasa [8/11/2011]. "Sebagian
tandatangan yang tertera pada blangko formulir transfer adalah tanda-tangan
nasabah." ujar Tatang Sutarma, Jaksa Penuntut Umum.
pelanggaran etika akuntansi
Malinda
berhasil memalsukan tandatangan Rohli bin Pateni. Pemalsuan dilakukan hingga 6
kali pada formulir transfer Citibank nomor AM 93712 yang bernilai 150.000
dollar AS pada tanggal 31 Agustus 2010. Pemalsuan tanda tangan dilakukan juga
di formulir nomor AN 106244 yang dikirim ke PT. Eksklusif Jaya Perkasa sebesar
Rp. 99 juta. Dalam transaksi transfer ini, Malinda dee menulis
"Pembayaran Bapak Rohli untuk pembayaran interior", pada kolom pesan.
Pemalsuan tanda
tangan yang lain pada formulir nomor AN 86515 tanggal 23 Desember 2010 dengan
penerima PT. Abadi Agung Utama. "Penerima Bank Artha Graha senilai Rp. 50
juta dan pada kolom pesan tertulis DP pembelian unit 3 lantei 33 combin
unit." baca jaksa penuntut umum. Juga dengan menggunakan nama serta
tanda-tangan palsu Rohli, Malinda Dee mengirim uang sebesar Rp. 250 juta pada
formulir AN 86514 kepada PT. Samudera Asia Nasional tanggal 27 December 2010
dan AN 61489 sebesar nilai yang sama pada tanggal 26 January 2011. Pun
pemalsuan dalam formulir AN 134280 pengiriman kepada Rocky Deany C. Umbas
senilai Rp. 50 juta tanggal 28 January 2011 pembayaran pemasangan CCTV, milik
Rohli.
Adapun
tanda-tangan palsu beratas nama korban N. Susetyo Sutadji dilakukan sebanyak 5
kali, yaitu dalam formulir Citibank No AJ 79026, AM 122339, AM 122330, AM
122340, dan juga AN 110601. Malinda mengirim uang senilai Rp. 2 miliar kepada
PT. Sarwahita Global Management, Rp. 361 juta kepada PT. Yafriro International,
Rp. 700 juta kepada Leonard Tambunan. Dan 2 transaksi yang lain sebesar Rp. 500
juta dan Rp 150 juta dikirimkan kepada Vigor AW. Yoshuara secara berurutan.
"Hal ini
telah sesuai dengan keterangan saksi Rohli dan N. Susetyo Sutadji dan saksi
Surjati T. Budiman serta telah sesuai BAP (Berita Acara Pemeriksaan)
Labaratoris Kriminalistis Bareskrim Polri." jelasnya. Pengiriman uang
serta pemalsuan tanda-tangan ini tidak di sadari oleh ke-2 nasabah tersebut.
9. Kasus
Skandal Akuntansi Toshiba
Skandal
Akuntansi Toshiba baru-baru ini menggegerkan dunia profesi akuntansi. Betapa
tidak, perusahaan yang telah berusia 140 tahun itu tiba-tiba kehabisan akal
untuk mempertahankan kinerja keuangannya. Penggelembungan laba sebesar 151,8
miliar yen atau 1,22 miliar dolar AS ini yang awalnya ingin menciptakan
investor’s confidence ternyata telah mencoreng nama besar Toshiba selama ini.
Kepala
Eksekutif Toshiba Corp dan kawan–kawannya bisa saja mengundurkan
diri,tetapi skandal yang terjadi telah menghancurkan prestasi yang telah
dicapai selama 140 tahun itu. Terlebih, profesi akuntansi dan auditor lagi–lagi
dipertanyakan. Tidak cukup setelah kasus Enron tahun 2001 yang juga telah
membohongi publik dengan menutupi kerugian sebesar 2 miliar dolar AS dengan
menyatakan laba sebesar 600 juta dolar AS.
Mungkin masih terngiang di telinga
para akuntan dan auditor tentang kasus Enron yang dianggap sebagai the biggest
audit failure in the century, yang malangnya melibatkan Arthur Anderson salah
satu the big five accounting firms saat itu. Setahun setelah itu dunia
akuntansi dan audit dipaksa patuh kepada Sarbanes-Oxley Act/Sarbox/SOX yang
memperketat lagi peraturan laporan keuangan bagi perusahaan publik maupun
non-publik.
Tapi mengapa
masih ada lagi fraud dimana–mana? Termasuk di Toshiba yang terkenal dipandu
oleh prinsip-prinsip Komitmen Dasar Grup Toshiba "Berkomitmen untuk
orang-orang, Komitmen untuk Masa Depan", Toshiba mempromosikan operasi
global dengan mengamankan "Pertumbuhan Melalui Kreativitas dan
Inovasi", dan memberikan kontribusi terhadap pencapaian dunia di mana
orang-orang hidup dalam masyarakat aman, tenang dan nyaman. Ternyata hari ini
masyarakat tidak aman, tenang, dan nyaman hanya karena Toshiba telah gagal menjalankan
prinsip kebenaran dan tanggung jawab.
M. Jusuf
Wibisana, Partner KAP Tanudiredja, Wibisana, Rintis dan Rekan (PwC Indonesia)
dan Ketua Dewan Standar Akuntansi Syariah – Ikatan Akuntan Indonesia
mengatakan: “Dalam setiap audit, Management override control adalah presumed
key risk. Prosedur untuk mendereksi kemungkinan terjadinya fraud yang berdampak
material terhadap laporan keuangan harus dilakukan dengan benar untuk
meminimalkan undetected management fraud. Bila prosedur ini dilakukan dengan benar,
fraud, terutama yang berdampak material terhadap laporan keuangan, kemungkinan
dapat dideteksi. Tapi auditor tidak boleh menjamin fraud akan selalu terdeteksi
meski prosedur fraud detection sudah dilakukan dengan benar, karena audit
selalu didasarkan sampling" demikian melalui pesan elektroniknya.
Apa pelajaran
bagi bisnis syariah kita di tanah air? Apakah karena sudah mencantumkan prinsip
syariah dalam operasional termasuk akuntansi, audit serta tata kelola, bisnis
syariah akan lepas dari fraud? Jawabannya tidak! Kita masih ingat kasus
penggelapan Rp 50 miliar di Bank Syariah Mandiri Cabang Bogor yang terkuak di
awal tahun ini.
Ternyata dengan
adanya sistem yang diorganisir dengan baik dengan koalisi orang luar dan dalam,
sistem yang dipandu syariah terkulai tidak berdaya. Lantas apa yang harus
dilakukan lagi? Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yang terpenting yaitu
evaluasi sistem dan perbaikan SDM. Sistem akan semakin tangguh jika banyak
dievaluasi dan diperbaiki secara berkala (continuous improvement).
Sistem yang
menjunjung nama Islam harus dievaluasi dua dimensi dan lebih ketat lagi yaitu
di ranah profesionalitas sebagai lembaga profesional dan yang terpenting yaitu
sebagai lembaga Islami yang menjunjung nilai–nilai Islam.
10. Incar sekda Inhu, jaksa desak
BPK audit kerugian Negara
Merdeka.com -
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Rengat, Provinsi Riau, Teuku Rahman meminta
agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau memberikan hasil audit yang
diminta penyidik Kejari Rengat atas kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi
dana APBD Inhu tahun 2011 dan 2012 sebesar Rp 2,8 Miliar.
Pasalnya, sudah
berbulan-bulan permintaan audit yang diajukan Kejari Rengat tidak dilayani
dengan baik oleh BPK RI Perwakilan Riau tanpa alasan yang jelas.
Desakan ini
disampaikan Teuku Rahman mengingat masa jabatan Sekretaris Daerah (Sekda)
Pemerintahan Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Erisman yang diincar Jaksa bakal
berakhir akhir bulan Desember tahun 2014 ini.
"Sekda
Inhu selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam kasus dugaan korupsi APBD Inhu
Rp 2,8 miliar. Kami mendesak BPK agar segera menyampaikan hasil audit kerugian
negara dalam kasus dugaan korupsi tersebut sebelum masa jabatannya berakhir
karena pensiun," ujar Kajari Rengat Teuku Rahman, Jum'at (12/12).
Menurut Teuku
Rahman, permintaan audit kerugian negara dalam dugaan korupsi yang dilakukan
dua orang bendahara di sekretariat daerah Inhu, telah disampaikan penyidik
Kejari Rengat kepada BPK Riau sejak bulan Februari 2014.
"Kemudian
dilanjutkan dengan penyampaian kelengkapan data - data pada bulan Maret
2014," jelasnya. Namun, kata Teuku Rahman, hingga saat ini atau sampai
menjelang jabatan Sekda Inhu berakhir permintaan audit tersebut belum
ditanggapi pihak BPK RI perwakilan Riau.
"Permintaan
audit yang kita sampaikan kepada BPK Riau untuk keperluan penyidikan dan
pengembangan kasus dugaan korupsi APBD Inhu sebesar Rp 2,8 miliar,"
keluhnya.
Namun, hingga
saat ini atas kasus tersebut, pihaknya yang telah menetapkan dua orang mantan
bendahara di sekretariat daerah Inhu sebagai tersangka dan telah menahan kedua
orang tersebut di Rutan Rengat.
Teuku Rahman
menegaskan jika dalam beberapa hari ke depan pihak BPK Riau belum juga
menyerahkan permintaan hasil audit, maka penyidik Kejari Rengat akan
melanjutkan kasus dugaan korupsi tersebut berdasarkan temuan yang ada.
"Sebenarnya
kami sudah memegang Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang terkait dengan
dugaan kasus korupsi APBD Inhu sebesar Rp 2,8 miliar itu," jelasnya.
Tetapi, kata
Teuku, pihaknya memperoleh dari berkas laporan masyarakat yang mengadukan kasus
tersebut kepada penyidik Kejari Rengat.
"Selama
ini kami masih menunggu hasil audit BPK, tapi kalau tidak juga ada maka kasus
ini kami lanjutkan dengan hasil temuan dari penyidikan kami," terangnya.
Teuku juga
menyatakan bahwa untuk melanjutkan penyidikan dengan temuan penyidik Kejari
Rengat telah mendapat perintah dari Kepala Kejaksaan Tinggi Riau.
"Ya, saya
sudah menerima perintah dari Kejati Riau, untuk melanjutkan pengembangan
penyidikan berdasarkan temuan yang ada tanpa menunggu hasil audit BPK,"
tandasnya.
Analisa :
Penyebab
Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) tidak transparan dan lamban dalam menyelidiki dan memberikan
hasil audit pada kasus dugaan korupsi dana APBD Inhu tahun 2011 dan 2012
sebesar Rp 2,8 M.
Akibat
Kepala
Kejaksaan Negeri (Kejari) hanya menggunakan temuan penyidik tanpa didukung
dengan temuan audit yang seharusnya diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) yang bertugas sebagai Auditor.
Sumber :
No comments:
Post a Comment